22 April 2013

BUMI SEDANG GALAU

Bumi, adalah planet yang dihuni oleh manusia dan makhluk-makhluk hidup ciptaan Tuhan lainnya. Bumi yang berisi sekitar 70 persen air dengan 30 persen daratan, serta dilapisi oleh berbagai jenis udara di atasnya merupakan tempat yang sangat potensial sebagai pendukung kehidupan makhluk-makhluk yang menjadi penghuninya.

Bumi merupakan salahsatu ciptaan Tuhan, yang dititipkan kepada manusia untuk dikelola dan dimanfaatkan dalam posisinya seabaagai khalifah/wakil Tuhan di muka Bumi. Firman Tuhan:

“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk menguji tentang apa yang diberikanNya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaanNya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-An`am: 165)

“……Dia telah menciptakan kamu dari Bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya…..” (Q.S. Huud: 61)

Namun, dalam pengelolaanya, Allah SWT tidak lantas menyerahkan sepenuhnya kebebasan kepada manusia secara absolut, bahkan Allah melarang kita untuk melakukan kerusakan di muka Bumi. Sebagaimana pula dalam firman-Nya

“…Janganlah merusak di atas Bumi…..” (Q.S. Al-Baqarah: 11)

Mengelola serta memakmurkan Bumi dan segala sumber daya yang dikaruniakan oleh Allah di dalamnya, merupakan tugas manusia sebagai khalifah di atas Bumi. Pemakmuran Bumi dapat berwujud pemanfaatan segala yang ada di dalamnya dengan tidak berlebih-lebihan hingga justru menimbulkan kerusakan. Pengeksploitasian sumber-sumber daya yang berlebihan, selain akan menimbulkan kerusakan, juga dapat memudahkan datangnya bencana. Telah banyak teori-teori dari para ahli yang menyatakan bahwa bencana alam merupakan akibat yang ditimbulkan oleh pengeksloitasian berlebihan terhadap sumber-sumber daya alam di Bumi. Misalnya penebangan pohon yang berlebihan, akan menghasilkan kegundulan hutan dan pegunungan sehingga memudahkan terjadinya banjir karena kurangnya penyimpanan air tanah.



Bentuk lain kerusakan Bumi ialah semakin menipisnya lapisan ozon,yaitu lapisan udara yang melindungi Bumi dari sinar Ultraviolet atau sinar matahari langsung yang dapat merusak kulit manusia. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh semakin banyaknya pencemaran-pencemaran udara yang tidak diimbangi dengan lingkungan hijau sebagai penetral.

Akan tetapi, di sisi lain pembukaan-pembukaan lahan yang dilakukan terus menerus juga merupakan kebutuhan bagi ummat manusia. Pertumbuhan dan penambahan jumlah populasi manusia di Bumi juga secara tidak langsung menjadi penyebab dari perluasan lahan. Kebutuhan lahan tempat tinggal dan usaha manusia yang selalu tumbuh meluas dan tidak disertai dengan perluasan ukuran Bumi, tentu saja akan mengakibatkan semakin meluasnya lahan yang dulunya dipenuhi hutan hijau kemudian disulap menjadi lahan pemukiman serta pabrik-pabrik tempat produksi kebutuhan jasmani manusia lainnya.

Soal udara yang tercemar, hal ini juga secara langsung entah banyak atau sedikit terpengaruh oleh semakin tingginya teknologi mesin yang dihasilkan oleh peradaban manusia yang (lagi-lagi) terus berkembang. Semakin banyak mesin-mesin yang mengeluarkan gas-gas karbon, maka semakin besar pula polusi udara yang dihasilkan.

Dua hal di atas, menjadikan Bumi kita, yang telah kita huni sejak kita memperdengarkan tangis pertama kalinya telah kita huni, menjadi “galau”. Di satu sisi, ia (baca: bumi) harus menyediakan tempat yang layak bagi penghuni-penghuninya, namun di sisi lain ia juga butuh perawatan ekstra agar ia tidak menjadi rusak dan akan melukai para penghuninya. Bumi yang tetap setia menjadi satu-satunya tempat tinggal paling aman bagi manusia sangat membutuhkan cinta dan perhatian manusia.

Telah banyak cara dilakukan oleh para ilmuwan manusia untuk dapat mencegah ataupun minimal dapat mengurangi kerusakan di Bum. Mulai dari penggunaan bahan bakar tanpa gas karbon, penghematan energi, serta tagline populer “go green” yang dicanangkan oleh pemerintah-pemerintah di berbagai belahan dunia yang bertujuan untuk menumbuhkan semangat menghijaukan kembali Bumi kita. Walaupun manfaatnya masih sangat sedikit terasa dibandingkan arus pertumbuhan yang sangat pesat, namun kita harus bersyukur bahwa upaya yang berangkat dari kesadaran manusia untuk merawat Bumi telah mulai tumbuh dan berkembang, sambil kita terus berpikir dan berupaya meningkatkan semangat serta kesadaran kita akan pentingnya merawat Bumi melalui kegiatan-kegiatan kreatif lainnya.

Sebagai pelajar, yang notabene merupakan generasi penerus dan penghuni Bumi di masa akan datang, sudah selayaknya memiliki peran di barisan depan dalam mengawal dan menyertakan ide-ide serta tindakan-tindakannya dalam upaya pemakmuran Bumi. Seorang pelajar saat ini mestinya tidak hanya terpaku pada pena dan kertas saja, apalagi hanya sibuk mengikuti arus mode dan gaya dari luar negeri yang melenakan serta kegalauan panjang akibat sesuatu yang bukan porsinya. Pelajar sudah saatnya berpikir maju, berupaya melestarikan lingkungan dan menghijaukan kembali Bumi yang sudah semakin “galau”. Sudah saatnya bagi pelajar untuk ikut galau memikirkan nasib huniannya kelak, yaitu Bumi.

Akhirnya, sebagai penghuni yang baik serta makhluk Tuhan yang taat, memakmurkan Bumi merupakan hal yang sangat penting untuk dipikirkan dan ditindaklanjuti oleh kita. Agar Bumi kita tidak semakin menatapi dirinya semakin rusak, dan semakin “galau” justru karena ulah-ulah manusia sendiri.

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main; Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Q.S. Ad-Dukhan: 38-39).

Selamat hari Bumi (22 April)...

16 April 2013

KISAH SEBONGKAH BESI TUA

Ini adalah kisah singkat tentang sebongkah besi tua, yang dalam hidupnya tak pernah berhenti berharap untuk memiliki cahaya. Layaknya sebuah bintang yang bemerlap di tengah keramaian gelap malam. Ia berusaha, mencari, dan berdoa pada penciptanya agar segera menemukan cahaya itu.. Ia ingin menjadi sesuatu yang bernilai dengan sebuah cahaya. Karena ia yakin, sebuah cahaya akan memberikan ketenangan atas kegelisahan hidupnya, serta kesempurnaan seperti bintang, meskipun ia sadar bahwa ia bukanlah bintang...
Suatu hari, permohonan sang besi tua terkabul, tercapai. Ya, cahaya yang ia nantikan akhirnya muncul, cahaya yang amat terang, yang takkan sanggup siapapun menilai. Cahaya itu bersedia menjadikan sebongkah besi tua ini menjadi seperti bintang, lalu mengangkatnya lebih tinggi agar ia juga dapat merasakan bagaimana menjadi bintang, bagaimana menjadi sangat bercahaya, bukan sekedar besi tua tak bernilai..

Janji terucap, sebongkah besi tua telah mantap untuk menjadikan cahaya ini sebagai panduan hidupnya, sebagai cita rasa terakhir, sebagai penyempurna, dan sebagai hal terakhir yang dimilikinya jika sang Pencipta memanggilnya kembali ke sisi-Nya.. Sebongkah besi tua itu merasa sangat bahagia. Kebahagiaan yang tak ternilai, kebahagiaan yang takkan ia ganti dengan kebahagiaan lain, kebahagiaan yang ia yakini dan ia niatkan akan ia bawa hingga akhir waktu.. Meskipun ia tahu, ia tetaplah tak sama dengan bintang, namun ia tak peduli, biarkan bintang dengan cahayanya yang amat terang. Ia tetaplah sebongkah besi tua, dan ia bangga karena memiliki cahaya yang sangat sempurna di sisinya...

Hari berlalu, berbagai dinamika terjadi, sebongkah besi tua mulai merasakan keanehan pada cahayanya. Cahaya itu mulai meredup, mulai bergolak, mulai memberikan sentuhan aneh pada besi tua ini.. Si besi tua terlambat menyadari, cahaya yang ia banggakan tak lagi sama dengan yang awalnya ia temui, tak lagi sama dengan cahaya yang dulu begitu sempurna, tak lagi sama dengan cahaya yang dulu tak henti memberinya senyuman hangat.. Kini, cahaya itu meredup, mengedip tak betah, seiring dengan semakin dingin rautnya, seakan ingin segera pergi entah kemana..

Sebongkah besi tua merasa bersalah, ia sadar bahwa sebuah cahaya seperti itu hanya pantas untuk berada dalam genggaman bintang. Bukan dirinya, yang hanyalah sebongkah besi tua tak bernilai. Ia memutuskan untuk melepaskan cahaya itu, bebas menuju apa yang ia inginkan, agar senyum dan kesempurnaan cahaya itu dapat kembali seperti sediakala, dapat kembali terang, mungkin jika ia menemukan bintang yang tepat baginya.. Ya, bintang, bukan sebongkah besi tua tak bernilai seperti dirinya..

Kini, dengan perasaan hancur sebongkah besi tua itu kembali pada hakikatnya, kembali hilang dalam gelapnya malam di batas terendah, mencari-cari tempat berkeluh kesah, mencari setitik harapan yang mungkin masih ada, menengadahkan doa kembali pada penciptanya bahwa ia tak ingin selamanya hilang dalam gelap, ia tak ingin terus-terusan hidup penuh karatan dan keluhan. Ia ingin kembali bercahaya dan dapat terlihat dalam keramaian gelap malam.. Meskipun ia sadar, ia bukanlah bintang yang sangat bernilai.. Ia tetaplah sebongkah besi tua, dan selamanya akan begitu............

15 April 2013

TERIAKAN DALAM GELAP

Ku berjalan sambil berusaha meraba dalam kepekatan malam.,
tak berbintang bulanpun enggan.,
hanya ada hitam, hitam, dan hitam..,

Aaarrrrghhh....

Ingin ku teriak sekeras-kerasnya..,
hingga tenggorokanku pu menghitam.,
agar semua orang tahu, semua orang mendengar.,
bahwa hari ini, esok, dan entah sampai kapan.,
duniaku masih hitam.,

Namun ku tetap menunggu datangnya sang cahaya.,
dengan wajahnya yang tak pernah suram.,
yang mampu hilangkan bayang-bayang buram.,

Ku tak tahu apakah ia akan segera datang.,
yang ku tahu hanyalah, dia pasti datang, dan aku tetap menunggunya.,
hingga ia tampak, atau aku pun akan semakin hilang.,
ditelan hitamnya malam...